
Jakarta - Dalam 483 tahun, sebuah pedusunan nelayan di pinggir laut utara Jawa, sudah menjelma menjadi kota metropolitan paling padat dan paling ramai di Indonesia. Daerah yang kini bernama Jakarta ini pernah memiliki sederet nama panggilan, termasuk nama Betawi yang berakar dari berbagai peleburan budaya.
Perayaan ulang tahun Ibukota saat ini dirayakan dengan berbagai acara. Pekan Raya Jakarta (PRJ) digelar selama sebulan penuh untuk masyarakat, ada juga Jakarta Great Sale dan acara budaya lain. Sementara para pegawai di lingkungan Pemprov DKI Jakarta menggelar apel akbar di Lapangan Monas. Ada yang berbaju pendekar ala Pitung, berkebaya encim dan masih banyak lagi kegiatan budaya lain bertema Betawi.
Jakarta selama ratusan itu pula telah menjadi tempat akulturasi berbagai kebudayaan para penduduknya yang datang dari berbagai daerah. Kebudayaan Betawi pun dibentuk dalam proses panjang akulturasi aneka kebudayaan, termasuk asal kata Betawi yang juga merupakan serapan budaya.
Pengaruh paling besar dari nama Betawi tentu saja nama kota Jakarta di masa kolonial Belanda: Batavia. "Memang Betawi merupakan kata dari kata Batavia," ujar pengamat sejarah Jakarta, Alwi Shahab kepada detikcom, Senin (28/6/2010) lalu.
Lalu darimana asal kata Batavia? Dosen Fakultas Sastra UI, Lilie Soeratminto, mengatakan Batavia mengacu kepada klan atau kelompok masyarakat yang berasal dari kawasan Betuwe, Gerdeland, Belanda. Mereka disebut orang-orang Bataaf. Hanya saja, Liliek juga belum bisa memberikan keterangan apa makna dari Batavia atau orang Bataaf.
"Makanya sebutan Batavieren adalah sebutan orang-orang dari suku Bataaf. Ini
bahasa Belanda. Sedangkan, Bataviaasch itu adalah kata sifat dari Batavia. Nama
Batavia itu mengacu pada nama suku bangsa atau nenek moyang bangsa Belanda,"
jelasnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Ada juga pendapat lain mengatakan Betawi merupakan turunan dari bahasa Arab, salah satu etnis utama yang membentuk kebudayaan Betawi selain etnis Tionghoa. Ada kata 'bata' yang turun dari asal kata 'bataka' yang berarti 'memotong'. Lalu ada 'fiiya' yang berarti 'di dalam diri'. 'Batafiiya' merujuk pada konstruksi masyarakat di dalam daerah Sunda Kelapa saat itu yang terpotong-potong atas berbagai etnis yang ada di sana. Berbagai etnis ini bagaikan mosaik yang lalu menyusun sebuah masyarakat Betawi.
Jakarta selama 483 tahun berubah dari awalnya sebuah daerah nelayan bernama Sunda Kelapa pada zaman Kerajaan Pajajaran. Lalu berubah menjadi Jayakarta Wijaya Krama ketika kota ini dibebaskan dari kekuasaan Portugis oleh balatentara Cirebon plus Demak yang dipimpin Fadillah Khan alias Fatahillah, menantu Sunan Gunung Jati. Ketika VOC menguasai perdagangan di daerah ini, sang Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen menamai daerah itu Batavia. Lidah masyarakat lalu menyebutnya Betawi. Nama Jakarta akhirnya dipakai sebagai nama modern Ibukota sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar